Tuesday, November 24, 2009

Bengkel anjuran Nahdatul Ulama dan Center on Global Counterterrorism

A 15 minutes presentation in a workshop organized by Nahdatul Ulama, Indonesia and Center on Global Counterterrorism Cooperation United Nation, Held from 18-19 November 2009 at Hotel Sultan Jakarta, Indonesia.

Stimulating and Facilitating More Interaction between Civil Society and Intergovernmental Bodies on the Implementation of the UN Strategy and other Counter terrorism Measures

1. I wish to thank the Organizer for inviting me and giving the opportunity to participate in this workshop. Spirit of engagement is important in solving any conflict that may arise in this world

2. Future Global Network is an NGO that advocate global peace and justice. The main advocacy work that we are doing is focusing on unresolved conflict that still lingers 50 years i.e. conflict in Palestine, Kashmir, Southern Thailand, Southern Philippines. My involvement in another NGO, International Movement for a JUST World is somewhat related.

3. In my presentation, I wish to highlight 3 points that are related to this workshop. Some of the points could be redundant since this is the last session. Before doing that, let me express my views on some of the issues that was raised in the last few sessions. I think it is important in the spirit of engagement and recognizing especially the major Muslim Organizations throughout the world.

We have to careful in using the terminology “Jihadist” in labeling the suicide bombers. In Islam Jihad means striving your best to become better Muslim. Without Jihad, Islam has no spirit, no soul.

Next, terrorism perpetrated by individual or groups in a respond to State-terrorism. Therefore state terrorism should be central in the definition.

Then, whatever plan of action that we want to develop at local level or national level should not be detached from global perspectives.

4. First point, the Impact of Globalization. One of the impacts of Globalization is Information Explosion through Internet Communication Technology and the Media. What is happening in any corner of the world can be easily accessible by everybody, as long as they are connected by the internet, or phone, or by TV.

5. What are the consequences of this information explosion? It means, the war in Gaza, the images coming out from it, the bombing, the killing, maimed children, charred bodies, the suffering of the Palestinian, the Wall the isolate the Palestinian from the Israelis, the new settlement in the West Bank all of the images in TV, the information via internet, e-mail and phones, are all accessible to the world. The Muslim youths are affected psychologically, spiritually. What are the Muslim worlds doing for the Palestinian for the past 60 years? What is the U.N doing? Why it allow Israel to violate all the U.N Resolution to stop any form of violence and aggression? Why the U.S consistently use the veto power to protect the Israelis aggression?

6. As the consequences of this injustices the feeling of wanting to do something on their own has developed into what we call today “ Terrorism”

The target is Western interest. The bombing of Marriot Hotel, Ritz Carlton in Jakarta recently is definitely sending a message to the American. Suicide-bombing is the weapon of the weak. But definitely the impact is tremendous.

Second Point.

7. Terrorism can be stopped. If not immediately, at least towards reducing it.
7.1 Stop the Afghanistan war
7.2 Stop the Iraq war
7.3 Stop the Palestinian war
7.4 Reform the U.N structure to be more democratic. Abolish the veto power.
7.5 Criminalize any war. These who starts any war, should be treated as murderer, criminal.
7.6 Review the Terrorist Lists. Those genuine NGO should be de-listed, and allow to function.

My third point will be the recommendation to the workshop

8.0 Recommendation
8.1 Structural Strategy
8.1.1 Global Network
8.1.2 Regional Network
8.1.3 National Network

8.2 Value System Strategy
8.2.1 Spirit of Engagement
8.2.2 Spirit of Pluralism
8.2.3 Spirit of Inclusivism

8.3 Faith-based Strategy
8.3.1 Inter-faith dialogue
8.3.2 Intra-faith dialogue
8.3.3 Civilizational dialogue

8.4 Recognition Strategy
8.4.1 Recognition of the United Nation
8.4.2 Recognition of Regional bodies i.e. ASEAN
8.4.3 Recognition of National bodies

Thank You.

Ahmad Azam Abdul Rahman
Chairman, Future Global Network Foundation (FGN)


Liputan bengkel ini:-

1. Duta Masyarakat

Stop terorisme, stop perang Afghanistan

Terorisme muncul, salah satunya sebagai sebuah reaksi terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan Barat pada dunia Islam. Perang yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak, Afghanistan, atau perang terhadap Palestina oleh Israel yang disokong Barat, merupakan salah satu contoh nyata.

Karena itu, usaha menghentikan terorisme, juga harus dilakukan dengan menghentikan perang terhadap Irak, Afghanistan, Palestina, dan lain-lain. Jika tidak, reaksi yang berbentuk perlawanan atas ketidakadilan itu akan terus berkembang. Dan terorisme tidak mungkin bisa dihentikan tanpa menghentikan perang di kawasan tersebut.

Lontaran itu dikemukakan Ahmad Azam Abdul Rahman, Ketua Future Global Network Foundation—lembaga nonpemerintah yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia —dalam paparannya pada workshop internasional bertajuk “Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Sipil di Asia Tenggara terhadap Strategi Global Penanggulangan Terorisme” di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (19/11) kemarin.

“Stop perang Afghanistan, stop perang Irak, stop perang Palestina, maka akan menghentikan gerakan ekstrem yang menyerang Amerika Serikat dan negara-negara Barat lain,” ujar Azam pada workshop yang diselenggarakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan Center on Global Counter-terrorism Cooperation—lembaga nonpemerintah berpusat di Washington DC, Amerika Serikat, itu.

Azam menambahkan, kekerasan terhadap ‘anak-anak’ Palestina dan lain-lain, jelas memancing
kemarahan pihak-pihak tertentu, terutama sesama muslim. Publikasi di media massa atas kekerasan itu cukup membantu membangkitkan kemarahan.

Hal senada disampaikan Ketua PBNU, Masykuri Abdillah. Menurutnya, terorisme tidak mungkin berakhir jika perang Afghanistan, Irak, Palestina, dan lain-lain, terus berlanjut.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menciptakan perdamaian dunia, harus sungguh-sungguh menjalankan tugasnya. Beragam resolusi yang dikeluarkan lembaga itu atas konflik di sejumlah negara, sering kali tidak efektif dalam tataran penerapannya.

“Resolusinya bagus, tapi dalam implementasinya, PBB sering tidak bisa berbuat banyak. Seperti resolusi atas konflik Palestina dengan Israel, yang sampai hari ini implementasinya masih tidak adil, berat sebelah,” terang Masykuri.

Ia menambahkan, PBB juga bisa mencontoh metode penanggulangan terorisme atau penyelesaian konflik yang dilakukan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, yang melibatkan unsur masyarakat sipil. Sebab, penyelesaian konflik atau penanggulangan terorisme di Asia Tenggara tidak sampai berkembang menjadi perang seperti halnya yang terjadi di Irak, Afghanistan atau Palestina.

Diplomasi non-pemerintah

Selain itu, penting pula dikembangkan second track diplomacy atau jalur diplomasi nonpemerintah. Hal ini tugas masyarakat sipil atau organisasi kemasyarakatan-keagamaan, meski tetap harus dibantu atau difasilitasi pemerintah.

“Jalur ini bisa dilakukan organisasi kemasyarakatan-keagamaan dan unsure pemerintah bekerja sama dengan jaringan global atau regional,” kata Cellito Arlegue, Ketua Institute for Strategic and Development Studies—organisasi non-pemerintah berpusat di Manila, Filipina.

Menurut Cellito, metode ini penting untuk mengatasi kebuntuan proses diplomasi yang dilakukan antar-pemerintah. Sebab, katanya, diplomasi pemerintah tidak bisa dilakukan pada semua bidang atau unsur karena terkendala, misal, prosedur atau aturan perundang-undangan masing-masing pemerintah.


2. Nahdatul Ulama Online


Negara Muslim harus Miliki Veto di PBB
Jumat, 20 November 2009 12:34

Jakarta, NU Online

Untuk menumbuhkan keseimbangan dalam kekuatan global, salah satu pemegang hak veto dalam dewan keamanan PBB harus mencerminkan kekuatan dari negara muslim yang saat ini populasinya mencapai 25 persen di dunia.

Hal ini disampaikan oleh Ahmad Azam Abdul Rahman, direktur Future Global Network Foundation Kuala Lumpur disela-sela acara workshop strategi kontra terorisme yang diselenggarakan PBNU di Jakarta, Kamis (19/20).

Representasi Negara ini sangat penting karena selama ini, negara muslim yang paling sering dirugikan dalam berbagai percaturan global dan tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki suara yang menentukan. Upaya menyatukan suara dunia Islam melalui OKI sejauh ini juga tidak efektif karena suaranya seringkali tidak satu.

Ia mengaku cukup sulit untuk mewujudkan gagasannya ini karena negara yang saat ini berkuasa di dewan keamanan PBB tidak akan dengan senang hati membagi kekuasaannya pada fihak lain. Lima pemiliki hak veto merupakan para pemenang dalam perang dunia ke II.

“Perlu dilakukan reformasi di PBB dan yang paling getol menyuarakan saat ini adalah negara-negara Amerika Latin, kita juga harus ikut mendorongnya,” tandasnya.

Mengenai negara mana yang paling layak memegang hak veto, Azam memberi criteria, yaitu negara yang memiliki komunitas muslim besar, stabil secara politik dan memiliki demokrasi. Dalam hal ini Indonesia dan Turki bisa menjadi kandidat mewakili dunia Islam.

[+/-] Baca selanjutnya...